Silaturahmi dengan Pengurus Hidayatullah, Fungsi DPD Hingga Hari Anti Islamophobia Dibahas LaNyalla – Tani Modern

JAKARTA – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menggelar rapat bersama Pengurus Pusat Ormas Hidayatullah di Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah kawasan Cipinang Cimpedak Jakarta Timur, Jumat (15/4/2022).

LaNyalla hadir didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifuddin, Sekjen DPD RI Rahman Hadi, Deputi Bidang Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir, Staf Ahli Ketua DPD RI Baso Juherman dan staf lainnya.

Dari Pengurus Pusat Hidayatullah, hadir Ketua Dewan Pertimbangan Hidayatullah Hamim Thohari dan Ketua Umum DPP Hidayatullah Nashirul Haq. Rapat tersebut juga dihadiri oleh Majelis Murrabi Pusat Hidayatullah, Majelis Mudzakarah Hidayatullah, Pengurus DPP Hidayatullah, Pengurus Organisasi Pendukung Tingkat Pusat Hidayatullah dan Pengurus Pusat Amal Usaha Hidayatullah.

Dalam dialog tersebut, LaNyalla memaparkan situasi nasional dan internasional saat ini. Salah satunya menyangkut Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) dan Hari Anti-Islamofobia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

LaNyalla juga mengatakan bahwa DPD RI memiliki kewenangan yang berbeda dengan DPR RI. ”

DPD RI hanya memantau dan menerima upaya. Sementara DVR RI punya kewenangan membuat anggaran dan membuat undang-undang,” kata LaNyalla.

Lebih lanjut senator asal Jawa Timur itu menyatakan, dalam pandangannya DPR RI tidak lagi memiliki fungsi kontrol terhadap pemerintah.

“Yang terjadi sebenarnya konspirasi dengan pemerintah. Jadi kami DPD RI mengambil peran mengawal roda pemerintahan,” kata LaNyalla.

Mewakili umat, LaNyalla menegaskan jika jabatannya diperoleh dengan sumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam hal ini Allah SWT. Oleh karena itu, kata dia, wakil rakyat memiliki tanggung jawab yang cukup besar terhadap kesejahteraan rakyat.

“Kami bersumpah atas nama Allah SWT untuk mensejahterakan umat. Kemudian kantor Presiden ingin diperluas di tengah situasi rakyat yang masih miskin, masih sulit. Sama saja mengkhianati rakyat,” kata LaNyalla.

LaNyalla percaya bahwa saat ini tidak ada orang yang nyaman dengan situasi yang mereka hadapi. “Jika kami memikirkan diri kami sendiri, kami hanya perlu menikmati perpanjangan tiga periode ini. Tapi kami tidak menginginkan itu. Sama saja memperkaya oligarki dan membuat rakyat kita lebih keren,” kata LaNyalla.

Ia juga menjelaskan Big Data seperti dikutip Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. “Kemarin saya buka Big Data DPD RI. Kami menyajikan semua hasil kami. Saya bisa tegaskan bahwa klaim Luhut bahwa 110 juta orang mendukung penundaan pilkada itu bohong,” kata LaNyalla.

Sebaliknya, orang-orang ribut dan sibuk memperdebatkan kelangkaan minyak goreng dan berbagai komoditas lainnya. “Hanya 663.000 yang menyebutkan penundaan pemilu. Dan hanya 10.000 percakapan yang secara khusus menyebutkan penundaan pemilu,” jelas LaNyalla.

Di sisi lain, LaNyalla juga menyebut Hari Anti-Islamofobia yang baru saja ditetapkan oleh PBB. Dia meminta para pengurus Hidayatullah untuk menyediakan informasi tersebut sehingga dapat menjadi peringatan yang berarti bagi komunitas Muslim dunia.

Di sisi lain, staf khusus Ketua DPD RI Sefin Syaifuddin mengatakan hal yang sama. Ia menyayangkan Hari Anti Islamofobia tidak disambut meriah oleh umat Islam Indonesia.

“Saya kira perlu ada tekanan kepada legislatif untuk diratifikasi, meski tidak semua perjanjian internasional diratifikasi. Kita bisa merasakan Islamofobia,” kata Sefdin.

Dia juga membahas polarisasi di Indonesia. Menurut dia, ini merupakan dampak dari Presidential Threshold 20 persen yang terus menurun sejak Pemilu 2014.

Ambang batas 20 persen presiden tidak memberikan ruang bagi putra dan putri terbaik bangsa untuk mencalonkan diri dalam pemilihan.

“Dan itu telah berkontribusi pada polarisasi yang berlanjut hingga hari ini. Polarisasi ini sudah kami rasakan selama 7 tahun, lebih tepatnya sejak pemilu legislatif 2014. Kami belum pernah merasakannya sebelumnya. Ambang batas presiden ini adalah kunci dari masalah polarisasi bangsa ini. Ini juga menjadi perhatian ketua DPD RI,” kata Sefdin.

Lebih lanjut mengacu pada Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), Sefdin menjelaskan, menurut catatan Salamudin Daeng, pengamat energi, produksi batu bara nasional mencapai 610 juta ton atau senilai $158,6 miliar atau hingga Rp 2.299 triliun rupiah.

Jika dibagi dua oleh negara, negara dapat melunasi seluruh utangnya hanya dalam waktu tujuh tahun. Produksi kelapa sawit 47 juta ton atau Rp 950 triliun, sehingga jika dibagi dua oleh negara, pemerintah bisa membebaskan biaya pendidikan dan memberikan gaji guru sukarelawan yang layak.

“Kalau 55 persen dikelola negara, kemudian 35 persen kontraktor yang menggarapnya dan 10 persen oleh masyarakat sekitar, kita bisa melunasi utang Rp 7.000 triliun dalam 7 tahun. Itu hanya arang, tidak ada yang lain,” katanya.

Sementara itu, uang yang mengalir ke negara dari royalti dan bea keluar dari sektor minerba sejak 2014 hingga 2020 tidak pernah mencapai Rp50 triliun per tahun, berdasarkan data Kementerian ESDM.

Baru kemarin di tahun 2021, ketika harga batu bara dan sejumlah komoditas mineral melonjak drastis, mencapai Rp 75 triliun.

Lebih lanjut mengenai Ibukota Negara (IKN) Nusantara, Sefdin mengatakan bahwa DPD RI telah dimintai pendapatnya. Saat itu ada 11 referensi kritis dari DPD RI terhadap pembangunan IKN Nusantara.

“Saat itu Ketua Panitia Hukum IKN DPD RI berasal dari Kalteng, Teras Narang. Jika diminta, DPD RI pada dasarnya tidak dalam posisi menolak maupun mendukung. Ada 11 komentar kritis. Salah satunya tentang penghijauan yang berdampak pada lingkungan,” kata Sefdin.

Kemudian juga tentang kekayaan negara yang berada di Jakarta pada saat pemindahan ibu kota. “Seperti apa perawatannya? Apakah disewakan atau dijual? Kalaupun dijual, tidak mungkin orang Indonesia bisa membelinya. Demikian beberapa komentar kritis yang disampaikan DPD RI,” jelas Sefdin.

Sementara itu, Ketua DPP Hidayatullah, Nashirul Haq, menyatakan organisasinya bertransformasi menjadi organisasi kemasyarakatan (Ormas) 20 tahun lalu. Hidayatullah, lanjut Nashirul Haq, bertujuan untuk menyebar ke seluruh kabupaten/kota di seluruh Indonesia pada tahun 2025.

“Tahun 2025 kita targetkan sudah ada di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Kami memiliki beberapa jaringan pesantren. Jadi kami adalah organisasi yang menggabungkan NU dan Muhammadiyah. Muhammadiyah fokus pada pendidikan, NU dengan pesantrennya. Hidayatullah seperti itu. Budayanya pesantren, sekolah formalnya,” jelasnya.

Artikel Terkait