Kisah Sahabat Rasul Shalalluhu ‘allaihi wasallam ” Khalid Bin Walid” Saifullah Pedang Allah
Kontenjempolan.id-Kisah Sahabat Rasul Shalalluhu ‘allaihi wasallam ” Khalid Bin Walid” Saifullah Pedang Allah. Kali ini Kakak akan membagikan kisah sahabat Rasulullah Shalalluhu ‘allaihi wasallam yang dalam peperangan tidak pernah terkalahkan yaitu Khalid Bin Walid. Semoga kisah ini akan memberikan semangat kepada kita semua agar senantiasa berjuang di jalan Allah dan membela Agama Allah. Allahu Akbar….
Kisah Sahabat Rasul Shalalluhu ‘allaihi wasallam ” Khalid Bin Walid” Saifullah Pedang Allah
Silsilah Khalid Bin Walid
Nama lengkap Khalid bin Walid adalah Khalid bin Al-Walid bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah SAW pada Murrah. Khalid bin Walid terlahir pada tahun 538 M. Khalid dijuluki dengan nama Abu Sulaiman dan juga dengan Abu Walid. Khalid memiliki anak laki-laki yang bernama Sulaiman dan Walid. Ia merupakan seorang dari keturunan Bani Makhzum, yaitu salah satu Bani yang terpandang di Quraisy.
Masa Kecil Khalid Bin Walid
Khalid bin Walid pada masa kecilnya belajar terhadap segala sesuatu sebagaimana sesuai dengan anak-anak seusianya. Ia mempersiapkan diri untuk perang serta adu ketangkasan. Keberhasilan Khalid bin Walid dalam karirnya yaitu ia selalu mengedepankan untuk berprinsip hidup sederhana dan menerima apa yang telah dianugerahi . Sifat tersebut menjadikan Khalid mampu bersabar dalam mengalami penderitaan dalam peperangan yang akan dihadapinya kelak. Hal tersebut menjadikan Khalid bin Walid sebagai seorang pejuang yang penuh kecerdasan dan bisa melakukan berbagai macam strategi yang berbeda di dalam setiap pertempuran.
Masa Dewasa Khalid Bin Walid
Khalid bin Walid merupakan salah satu tokoh pemuda yang sangat dihormati oleh banyak orang. Orang-orang seumurannya dan orang yang lebih tua menghormati beliau. Khalid bin Walid banyak terjun mengikuti berbagai pertempuran dan senantiasa mendapatkan kemenangan. Beliau pun menjadi sosok pahlawan yang disukai khalayak orang banyak. Semua itu didapatkannya di sepanjang masa kehidupannya pada masa-masa sebelum memeluk agama Allah dan membenarkan atas kenabian Muhammad Shalallahu ‘allaihi wasallam.
Peperangan Sebelum Memeluk Islam
Sepeninggal wafat ayahnya, Khalid bin Walid melakukan perjalanan ke Suriah bersama kelompok dagang dan kembali pulang menuju Mekkah setelah selesai Perang Badar. Pada peristiwa Perang Badar, Khalid bin Walid tidak mengikutinya, dikarenakan posisi ia pada saat itu tidak sedang di kota Mekkah. Khalid mengikuti Perang Uhud, terjadi di tahun ketiga kalender Hijriyah. Perang ini terjadi di Gunung yang bernama Uhud, kedudukan Khalid bin Walid pada Perang Uhud ini sebagai salah satu komandan pasukan-pasukan Musyrik Quraisy. Dalam perang ini, pasukan Umat Islam hancur tidak memiliki pemimpin hingga membuat pasukan Islam kehilangan arah dalam berperang.
Khalid bin Walid berpartisipasi juga dalam Perang Khandaq, perang ini terjadi pada tahun kelima kalender Hijriyah. Dalam sejarah perang ini, pasukan Quraisy membersihkan umat Islam dan mengusirnya dari kota Madinah. Salah satu faktor terjadinya Perang Khandaq ini yaitu kaum Yahudi mengolok-olok orang Musyrik Arab untuk membenci umat Islam. Padahal di sisi lain kaum Yahudi merupakan kaum yang paling keras melawan orang-orang yang beriman.
Pada bulan syawal malam hari, kaum Quraisy mengirimkan perintah kepada kaum Yahudi untuk melakukan rencana strategi menyerang umat Muslim. Namun pada hari tersebut kaum Yahudi tidak melaksanakannya, karena mereka memiliki kepercayaan melanggar kesucian di hari sabtu. Kemudian tidak lama Allah SWT mengirimkan angin tpan yang melanda kepada kaum Musyik sehingga pos perang tempat peristirahatan mereka pun ikut hancur, sehingga pasukan kaum Musyrik mengalami kekalahan.
Khalid Bin Walid Memeluk Islam
Masa-masa keislaman Khalid bin Walid ini muncul ketika di suatu hari ia melakukan dialog dengan dirinya pribadi dengan mengerahkkan fikiran secara sempurnanya untuk merenungkan Agama baru, yang tandatanda kebenarannya selalu bertambah hari demi hari. Ia bermohon kepada Allah yang Maha Mengetahui segala apa yang ia tidak mengetahuinya, dan setelah itu tidak lama kemudian Allah mengulurkan jalan petunjuk. Ia berkata kepada dirinya: “Demi Allah, sungguh telah nyata bukti-buktinya, sungguh laki-laki itu yang bernama Muhammad itu adalah Rasul yang diutus Allah Subhanahu Wata’ala”. Kemudian ia berangkat, demi Allah aku akan masuk Islam. Sampai pada akhirnya Khalid bin Walik memeluk agama Islam pada bulan Safar 8H/ 629M sesudah perjanjian Hudaibiyah.
Setelah memeluk Agama Allah dan membenarkan akan kenabian Muhammad Shalallahu ‘allaihi wasallam, Khalid bin Walid memberikan semua kemampuan yang ia miliki demi agama yang telah ia anut. Sikap keberanian Khalid di medan perang serta kepemimpinan komandonya dari para pasukan berkuda, dan kemampuan bermain pedang secara lihai ia tujukan untuk meraih penghargaan dalam jihad fi sabilillah.
Peperangan pertama kali yang diikuti oleh Khalid bin Walid Pasca memeluk agama Islam adalah perang Mu‟tah. Diceritakan bahwa perang ini merupakan perang yang besar yang pernah dilakukan oleh umat Islam semasa hidup Nabi Muhammad SAW namun dari peristiwa perang Mu‟tah ini Khalid bin Walid mampu mengalahkan musuh, yaitu pasukan Romawi.
Pada kejadian Fath Mekkah Khalid bin Walid juga diberi tugas dari Rasulullah Shalallahu ‘allaihi wasallam untuk menghancurkan berhala-berhala yang bernama Uzza dan Nakhla, letak berhala kaum Jahiliyah tersebut yang semuanya dikumpulkan di Ka‟bah menjadi satu tempat sakral untuk pemujaan orangorang Jahiliyah pada masa itu. Tugas ini dilaksanakan tanpa terjadi pembunuhan antara kaum Muslimin dan kaum Jahiliyah
Khalid Bin Walid Mendapat Julukan “Saifullah” Pedang Allah
Dalam aspek dunia kemiliteran, Khalid bin Walid menjadi sosok yang tak kalah tersaingi. Ia juga merupakan satu-satunya sahabat yang oleh Rasulullah SAW diberi julukan “Saifullah” Pedang Allah.
Sebagai bukti, dalam peristiwa sejarah hanya mencatat bahwa dalam serangkaian pahitnya peperangan yang telah harus dilalui semasa Rasulullah SAW masih hidup, kaum Muslimin hanya mengalami kekalahan sekali, tepatnya dalam Perang Uhud. Dan aktor dibalik kekalahan ini bukanlah Abu Sufyan yang merupakan pemimpin utama tentara Quraisy, akan tetapi Khalid bin Walid. Khalid bin Walid dikenal sebagai seorang tokoh Quraisy dan pahlawan yang tak lepas dari dunia kemiliteran dan peperangan. Ia merupakan salah satu komandan militer yang paling disegani dan terkenal dimana-mana pada abad pertama hijriyah dan juga yang tidak pernah mengalami kekalahan dalam peperangan, baik sebelum maupun sesudah masuk Islam. Ia memiliki strategi dan taktik militer yang cemerlang, yang kemudian banyak dipelajari diberbagai akademi militer di seluruh dunia hingga sekarang.
Nabi Muhammad memberi Julukan Saifullah al-Maslul juga karena Khalid bin Walid berhasil menyelamatkan kaum Muslimin ketika dalam kondisi terdesak dan kalah dalam jumlah pasukan dalam berperang. Dalam peperangan tersebut tiga pemimpin umat Islam (Zaid bin Haritsah, Ja‟far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah) wafat. Setelah berhasil menyelamatkan kaum Muslimin tadi, Khalid bin Walid lalu kembali pulang menuju ke kota Madinah.
Khalid bin Walid banyak sekali ikut serta dalam berbagai peperangan bersama Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘allaihi Wasallam. Beliau juga berperang dalam pertempuran menghadapi orang-orang yang keluar dari barisan agama Islam, serta melakukan berbagai ekspansi perjalanan sambil melakukan penaklukan Islam seperti di wilayah Persia dan wilayah Syam. Selain itu menjadi pemimpin perang dalam pertempuran Yarmuk yang begitu terkenalnya sehingga mengakibatkan kekalahan mutlak atas kekaisaran Romawi di Syam. Semua aspek yang diberikan Khalid bin Walid dengan melalui segala yang ia punya dari segi kemampuan baik harta, jiwa dan raga melalui media peperangan, hanya satu tujuan yang menjadi prinsip tersendiri oleh Khalid bin Walid yaitu demi tegaknya agama Allah di muka bumi ini.
Wafatnya Khalid Bin Walid
Setelah memeluk Islam, Khalid Ibn Walid telah menjalani hidupnya dengan mengikuti banyak pertempuran demi mendapatkan kesyahidan. Ia sering mengancam musuh-musuhnya dengan mengatakan bahwa ia memiliki orang-orang yang siap untuk mati ataupun hidup. Dalam banyak pertempuran yang ia ikuti dalam ratusan pertempuran, Khalid selalu selamat dari kematian.
Setelah dilengserkan dari kepemimpinannya oleh Khalifah Umar bin Khathab, Khalid bin Walid menghabiskan hari-harinya di rumah miliknya yang berada di kota Homs. Ia hidup di sana selama empat tahun.47 Ketika kematian hendak menjemputnya, dari kedua matanya mengalirkan air mata karena sesungguhnya dia sangat sedih. Air matanya keluar bukan karena dia takut dengan kematiannya, namun karena selama ini dia menghadapi kematian dengan ketajaman pedangnya di setiap peperangan, sehingga dia membawa nyawanya di atas ujung pedang maupun tombaknya.
Kesedihan Khalid di sisi lain dikarenakan dia sangat merindukan perang, dia merasa tersiksa karena harus mati di atas ranjangnya. Padahal selama ini dia selalu mendatangi medan-medan peperangan dan menjadikan hati setiap penentang gemetar karena sepak terjangnya. Akhir kematian Khalid Ibn Walid ini terjadi pada tahun 21 H/642 M. tepatnya pada tanggal 18 Ramadhan tahun 21 Hijriyah bertepatan dengan 20 Agustus 642 Masehi. Adapun yang membuat mengherankan adalah bahwa ia meninggal di atas tempat tidurnya.
Dari perkataan terakhir Khalid Ibn Walid yang popular kita ketahui bahwa ia mengungkapkan rasa sedih dan sesalnya seperti ini, “Aku telah datang di banyak peperangan, dan aku hanya menginginkan sayatan pedang di tubuhku, lemparan panah, atau tusukan tombak. Jika aku mati di atas ranjangku, maka seperti matinya seekor unta, sehingga matamata orang takut tidak akan pernah tidur.
Berita duka ini sampai kepada Khalifah Umar bin Khattab mendengar berita wafatnya, dia berkata, “Biarkan para wanita Bani Makhzum menangisi Abu Sulaiman, karena sesungguhnya mereka tidak berdusta, sesungguhnya orang seperti Abu Sulaiman akan ditangisi oleh siapapun.
Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada Abu Sulaiman, Allah telah memilihkan jalan yang lebih baik baginya. Ia telah meninggal dalam keadaan bahagia dan hidup dengan penuh pujian.